photo

Menebar Kebaikan Kepada Sesama Manusia

Apakah boleh berbuat baik kepada seseorang yang berbeda keyakinannya? Tentu. Bahkan Islam menganjurkan akan hal itu. Berbuat baik tidak harus melazimkan adanya rasa loyal ataupun cinta.

Dalam al-Qur’an Allah berfirman:

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al Mumtahanah: 8)

Ayat ini mengajarkan prinsip toleransi, yaitu hendaklah setiap muslim berbuat baik pada yang lainnya selama tidak ada sangkut pautnya dengan hal agama.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah tidak melarang kalian berbuat baik kepada non muslim yang tidak memerangi kalian seperti berbuat baik kepada wanita dan orang yang lemah di antara mereka. Hendaklah berbuat baik dan adil karena Allah menyukai orang yang berbuat adil.” (Tafsir Al-Qur’an Al ‘Azhim, 8: 90).

Ibnu Jarir Ath Thobari rahimahullah mengatakan bahwa bentuk berbuat baik dan adil di sini berlaku kepada setiap agama. Lihat Tafsir Ath Thobari, 28: 81.

Tentu semua ini telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana wasiat beliau kepada Mua’dz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

Dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik” [HR. Ahmad, Tirmidzi, Darimi]

Beliau mengaitkan hadits di atas dengan akhlak yang baik antara manusia, yang mana kata “manusia” dalam bahasa arab menunjukkan kata yang umum, tidak terkhusus kepada orang muslim saja, atau kepada orang yang taat beribadah saja, melainkan kepada semua manusia.

Menebar Kebaikan Kepada Sesama Muslim

Seorang muslim dengan muslim lainnya boleh saja terpisah oleh sebuah jarak; berbeda pulau, negara, atau pun benua. Namun sejatinya setiap muslim terikat dengan kalimat yang satu “Laa ilaha illlallah: tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah".

Muslim dengan muslim yang lainnya adalah saudara. Dijadikannya iman seseorang sempurna ketika ia bisa mencintai saudaranya (sesama muslim) apa-apa yang dicintai untuk dirinya sendiri.

Sebagaimana dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” [HR. Bukhari dan Muslim]

Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali mengatakan mengenai hadits di atas, “yang dimaksud di sini adalah bahwa di antara perkara-perkara iman yang wajib adalah seorang Mukmin harus mencintai saudaranya sesama mukmin apa-apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri, dan juga membenci untuk saudaranya apa-apa yang dia benci terhadap dirinya. Jika ini hilang dari dirinya, maka imannya berkurang karena itu.” (Mukhatashar jami’ul ulum wal hikam, hal. 120)

Salah satu bentuk cinta dari seseorang kepada yang lainnya adalah dengan mengajak kepada kebaikan dan menjauhkannya dari keburukan. Dengan cara yang hikmah juga nasihat yang baik dan tanpa ada paksaan sedikitpun.

Sebagian orang membenci Islam bukan karena ajarannya melainkan karena melihat orang-orang muslim yang hadir dalam hidupnya tidak membawa nilai-nilai islam.

Pun sebaliknya ada sebagian orang yang tidak ada niat sama sekali untuk mengenal Islam namun karena melihat akhlak yang mulia dari seorang muslim yang hadir dalam hidupnya maka ia akan senang dengan islam.

Mungkin ada saudara-saudara muslim kita yang bertato umpamanya, salatnya tidak dijaga, ada juga yang tidak menutup aurat bagi perempuan. Maka bentuk cinta kepada mereka adalah mengajaknya dengan cara yang hikmah dan juga nasihat yang baik tanpa ada paksaan sedikitpun. Persoalan mereka mau menerima atau tidak sepenuhnya adalah urusan dan kuasa Allah.

Bila kita menghukumi orang lain hanya karena satu dua kebaikan yang kita bisa lakukan dan mereka belum, maka perlakuan kita sungguh kejam; dan merupakan hal yang lancang bagi kita untuk menghujat mereka. Coba ditelaah baik-baik: ada yang tidak beres dengan cara pikir ini. Kita beranggapan bahwa makhluk sekerdil kita, yang sungguh penuh dengan kehinaan, pantas mewakili Dzat Sang Maha Kuasa.

“Tolak ukur ketulusan seseorang dalam menasehati seseorang terlihat dari cara bagaimana dia menyampaikan nasihat tersebut.”

Wasiat Dzul Izba’ Al-‘Adwani Kepada Anaknya

Di saat Dzul Isba’ Al-‘adwani merasakan ajalnya akan tiba, dia memanggil anaknya Usaid. Ia menasihati anaknya dengan beberapa nasihat yang akan menjadikannya seseorang yang mulia di tengah manusia, juga dihormati dan dicintai oleh kaumnya. Ia berkata:

 “Berlemah lembutlah kepada manusia maka mereka akan mencintaimu, dan bersikap rendah hatilah niscaya mereka akan mengangkat kedudukanmu, sambut mereka dengan wajah yang selalu berseri maka mereka akan mentaatimu, dan janganlah engkau mementingkan dirimu sendiri maka mereka akan menghormatimu.

Muliakanlah anak-anak kecil (muda) sebagaimana engkau memuliakan orang-orang dewasa di antara mereka, maka yang dewasa akan semakin menghormatimu dan anak-anak akan tumbuh dengan kecintaan kepadamu, mudahkanlah hartamu untuk kau berikan, muliakanlah tetanggamu dan tolonglah orang yang meminta pertolongan, muliakanlah tamu dan tahanlah dirimu dari meminta sesuatu kepada seseorang, maka dengan itu semua sempurnalah kemuliaanmu.”

Untuk anda yang masih bingun cara menghitung zakat mal bisa membaca referensi artikel berikut: Cara Menghitung Zakat Mal yang Praktis


Bagikan ke Teman





Rekomendasi Artikel