photo


Oleh Johan Rifky (@johan_rifki_maimunnudin)

Dalam hal menunaikan zakat yang angkanya hanya 2,5 persen, umat  Muslim ada yang melaksanakannya dengan sungguh-sungguh namun ada pula yang hanya sekadar menggugurkan kewajiban. Angka tersebut ada yang dikeluarkan tiap bulan, atau setiap memiliki rejeki . Adapula yang dikeluarkan setelah nishab dan haulnya tercapai. Yang berarti ditunaikan setahun sekali.


Yang jadi pertanyaan kemudian adalah, dengan dinamisnya persoalan kehidupan, apakah mengeluarkan zakat 2,5 persen sebulan sekali atau setahun sekali bisa memberikan dampak pengurangan kemiskinan?  Maka seharusnya, seorang Muslim yang berkemampuan cukup secara finansial, tidak perlu menunggu hingga nishabnya tercapai dan terlalu sibuk pada angka 2,5 persen. Sebab ada celah untuk mengambil pahala jariyah selain zakat,  yaitu melalui sedekah yang bisa dilakukan kapan pun dan dimana pun.


Memang betul,  kewajiban seorang Muslim adalah mengeluarkan zakat. Dan selesai pada urusan pahala karena diniatkan lurus tersebab Allah semata. Namun,  ada suatu hal yang menakjubkan dan lebih besar lagi jika kita tidak terpaku pada 2,5 persen dan mulai rutin bersedekah, yaitu: Memberikah daya ubah pada mustahik agar mereka “naik level” menjadi muzakki. Wah, keren banget kan kalau itu terlaksana? 


Sebuah proses berkelanjutan dari muzaki, oleh amil dan untuk mustahik,  akan memberikan dampak besar dan berkelanjutan, asalkan: Kondisi pertama, amil mempunyai kemampuan melakukan pemberdayaan. Kedua, amil mau dan sanggup mempertahankan sifat jujur. 


Dengan dana zakat yang telah disalurkan kepada mustahik melalui amil, maka masa depan kelompok ini bisa semakin tertata. Sebab, dana zakat yang terkumpul dari masyarakat bisa dijadikan modal.  Ya, modal kerja bagi si miskin yang mempunyai kekuatan untuk mengubah hidup menjadi lebih baik dan memutus rantai kemiskinan di sekitar lingkungan kelompoknya. 


Selain bantuan dana zakat, mustahik juga dipenuhi hak-hak dasarnya dan dibimbing untuk lebih dekat pada Allah agar muncul keistiqomahan, optimisme dan semangat juang untuk berubah lebih baik.


Fokus pembenahan pemberdayaan, akan terus ditingkatkan. Amil pun tak perlu risau, karena kemiskinan yang tak kunjung hilang. Sebab,  mengatasi kemiskinan bukan perkara mudah dan memang memerlukan waktu. Akan selalu ada tantangan, apalagi disaat pandemik seperti ini. 


Diperlukan terobosan-terobosan dari amil untuk membuat program-program yang akan memberikan dampak positif. Untuk saat ini mungkin pemberian sembako sebagai pemenuhan hak dasar menjadi sorotan dan prioritas yang pertama, agar tidak terjadi “kekacauan” di sektor lain.

Situasi pandemik yang sedang kita rasakan bersama ini, ada plus dan minusnya.  Volume kendaraan di jalanan mulai berkurang beberapa hari terakhir. Udara pun terasa lebih segar.  Sedang di sisi lain, beberapa masjid melakukan tindakan preventif  dengan meniadakan kegiatan rutin berjamaah, kajian dan aktivitas yang mengundang massa. Hal yang sama juga dapat kita jumpai di  tempat perbelanjaan dan fasilitas umum. 


 Akibat adanya virus yang proses penyebarannya sangat cepat ini, pemerintah merespon dengan memberlakukan pembatasan aktivitas. Masyarakat dihimbau agar tidak telalu berkerumun. Semua lapisan masyarakat pun merasakan dampaknya.  Efeknya terasa sekali pada sektor ekonomi. Terutama dikalangan strata bawah yang merupakan pekerja harian, pedagang, buruh, sopir dan beberapa orang yang bekerja pada perusahan yang tidak memiliki skill khusus.


Semoga apa yang akan kami sampaikan ini bukan sekadar menjadi mimpi apalagi berandai-andai. Tapi mewujud menjadi jalan keluar bersama. Ada potensi besar pada umat Muslim jika berjamaah dan kompak melakukan zakat dan infaq. Misal sederhananya begini: Tiap orang berkomitmen mengeluarkan 100 ribu tiap bulan, melalui akad zakat atau infaq. Dalam satu tahun berarti sudah terkumpul  1,2 juta rupiah.


Berdasarkan data global religius future, penduduk Indonesia yang beragama Islam pada 2010 mencapai 209,12 juta jiwa atau sekitar 87 persen dari total populasi. Diperkirakan pada tahun 2020 mencapai 229,62 juta jiwa. Jika diasumsikan 10 juta penduduk Indonesia yang mampu berzakat menunaikan zakat 100 ribu tiap bulan melalui Nurul Hayat, maka dana yang akan terkumpul mencapai satu triliun rupiah!


Woow, nominal yang sungguh besar. Dan tentunya Nurul Hayat tidak akan main-main dalam menjalankan amanah ini. Dana tersebut akan disalurkan melalui program-program pengentasan kemiskinan. 


Barangkali dengan berjamaah, kita bisa memberikan perubahan yang lebih baik dan bisa mengurangi angka kemiskinan yang menurut data BPS, pada Maret 2019 lalu, jumlahnya  mencapai 25,14 juta jiwa atau sekitar 9,82 % dari total penduduk.


Percayakan pada amil untuk mengelola dana zakat, infaq dan sedekah kita. Agar sedikit yang kita berikan dikumpulkan menjadi satu dengan yang muzaki lain berikan. Dan dari yang sedikit demi sedikit itu akhirnya terkumpul ratusan juta hingga triliunan rupiah yang akan merubah kehidupan mustahik dan memutus rantai kemiskinan. 

Nah, sekarang Anda yang memutuskan. Mari ikut andil dalam berjamaah dan takjub meihat perubahan mustahik menjadi muzakki. Mari berjamaah dan bergerak bersama! (Jr. Maimunnudin)


Bagikan ke Teman





Rekomendasi Artikel